Halo Sobat MIP NEWS,
Saat ini negara kita sudah memasuki yang dinamakan masa transisi dari musim hujan ke musim kemarau. Dengan demikian biasanya akan ada peningkatan dari penyakit yang sudah lama kita ketahui yaitu Demam Berdarah Dengue (DBD).
Demam Berdarah Dengue merupakan suatu penyakit yang menyebar luas di daerah tropis. Berdasarkan World Health Organization (WHO), jumlah kasus Demam Berdarah Dengue di seluruh dunia sekitar delapan kali lipat dalam dua dekade terakhir.
Berdasarkan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, jumlah kasus DBD mencapai lebih dari 700 ribu kasus yang menyebar di 465 wilayah tingkat kabupaten dan kota. Kementerian Kesehatan mencatat pada tahun ini kasus demam berdarah antara 100 sampai dengan 500 kasus per hari, dan memakan hampir 500 korban jiwa.
Gejala Demam Berdarah tidak segera muncul setelah infeksi, seringnya gejala dirasakan 4 hingga 10 hari setelah digigit oleh nyamuk yang membawa virus. Gejala klinis dari DBD pun umumnya subklinis (penderita tidak tahu bahwa dia terinfeksi) atau bergejala ringan-sedang seperti :
- Flu.
- Sakit Kepala.
- Nyeri tulang.
- Nyeri otot.
- Merasa mual
Namun, pada beberapa orang gejala tersebut bisa berlanjut ke tingkat yang lebih berat dan bisa berujung pada kematian.
Di masa pandemi ini, bukan hanya kasus Covid-19 yang meningkat namun diiringi oleh peningkatan kasus DBD. Beban penyakit ganda ini cenderung membingungkan petugas kesehatan, karena virus DBD dan Covid-19 memiliki gejala yang sama pada tahap awal penyakit. Bahkan adanya kemungkinan terdapat kasus Covid-19 dan DBD pada orang yang sama.
Penanggulanangan Demam Berdarah di masa pandemi membutuhkan kerja sama yang baik dari setiap unsur masyarakat. Walaupun kita teringat untuk melaukan prokes namun kita juga jangan lupa untuk tetap waspada akan adanya penyakit lain salah satunya adalah Demam Berdarah Dengue, yang dapat diberantas dengan Gerakan 3M (Menguras, Menutup dan Mendaur Ulang).